Rabu, 15 Mei 2013

PROSES PEMBENTUKAN UNDANG UNDANG

Seperti sementara dapat dirumuskan, bahwa hukum itu adalah kumpulan dari berbagai aturan-aturan hidup (tertulis atau tidak tertulis), yang menentukan apakah yang patut dan tidak patut dilakukan dilakukan oleh seseorang dalam pergaulan hidupnya, suatu hal khusus terdapat dalam peraturan-peraturan hidup itu, yakni bahawa untuk pentaatannya ketentuan itu dapat dipaksakan berlakunya. Namun uraian di atas belum menjelaskan maksud dan tujuan hukum, belum jelas apa sebenarnya keinginan hukum itu.
Dalam bagian ini kita tidak ingin mengungkap maksud dan tujuan hukum, tetapi lebih kepada untuk mengetahi sistematika perumusan dan pembentukan hukum seta siapa-siapa yang berwenang dalam proses pembuatan hukum.

Eksekutif
Lembaga eksekutif adalah lembaga yang ditetapkan untuk menjadi pelaksana dari peraturan perundang-undangan yang telah dibuat oleh pihak legislatif. Kekuasaan eksekutif biasanya dipegang oleh badan eksekutif. Eksekutif merupakan pemerintahan dalam arti sempit yang melaksanakan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan berdasarkan peraturan perundang-undangan dan haluan negara, untuk mencapai tujuan negara yang telah ditetapkan sebelumnya. Organisasinya adalah kabinet atau dewan menteri dimana masing-masing menteri memimpin departemen dalam melaksanakan tugas, wewenang, dan tanggung jawabnya.

Lembaga-Lembaga Eksekutif adalah: Presiden dan Wakil Presiden, DPR, MA, dan MK. Sebelum perubahan UUD 1945, sistem kelembagaan yang dianut bukan pemisahan kekuasaan (separation of power) tetapi sering disebut dengan istilah pembagian kekuasaan (distribution of power). Presiden tidak hanya memegang kekuasaan pemerintahan tertinggi (eksekutif) tetapi juga memegang kekuasaan membentuk undang-undang atau kekuasaan legislatif bersama dengan DPR sebagai co-legislator-nya. sedangkan masalah kekuasaan kehakiman (yudikatif) dalam UUD 1945 sebelum perubahan dilakukan oleh sebuah MA dan lain-lain badan kehakiman menurut undang-undang

Lembaga Legeslatif
Legislatif adalah badan deliberatif pemerintah dengan kuasa membuat hukum. Legislatif dikenal dengan beberapa nama, yaitu parlemen, kongres, dan asembli nasional. Dalam sistem Parlemen, legislatif adalah badan tertinggi dan menujuk eksekutif.
Lembaga-lembaga legeslatif dan tugasnya :
1.      Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Sesuai dengan Pasal 3 Ayat 1 UUD 1945 MPR amandemen mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut :
·         mengubah dan menetapkan undang-undang dasar;
·         melantik presiden dan wakil presiden;
·         memberhentikan presiden dan wakil presiden dalam masa jabatannya menurut undang-undang dasar.
2.      Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
·         Fungsi legislasi, artinya DPR berfungsi sebagai lembaga pembuat undang-undang.
·         Fungsi anggaran, artinya DPR berfungsi sebagai lembaga yang berhak untuk menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
·         Fungsi pengawasan, artinya DPR sebagai lembaga yang melakukan pengawasan terhadap pemerintahan yang menjalankan undang-undang.
3.      Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
Sesuai dengan Pasal 22 D UUD 1945 maka kewenangan DPD, antara lain sebagai berikut.
a.       Dapat mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dengan daerah, pembentukan dan pemekaran, serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, perimbangan keuangan pusat dan daerah.
b.      Ikut merancang undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dengan daerah, pembentukan dan pemekaran, serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, perimbangan keuangan pusat dan daerah.
c.       Dapat memberi pertimbangan kepada DPR yang berkaitan dengan rancangan undang-undang, RAPBN, pajak, pendidikan, dan agama.
d.      Dapat melakukan pengawasan yang berkaitan dengan pelaksanaan undang-undang otonomi daerah, hubungan pusat dengan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, perimbangan keuangan pusat dengan daerah, pajak, pendidikan, dan agama.

Alur Pembuatan Undang-undang



Peran Serta Masyarakat
Di era reformasi yang serba terbuka sepertisekarang ini perlu dikembangkan wacana adanya demokrasi partisipatoris dalam proses pembentukan perundang-undangan guna menghasilkan produk perundang-undangan yang responsif. Oleh karena itu, sumbangan pemikiran berkaitan dengan partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan perundang-undangan sangat diperlukan. Produk perundang-undangan pada masa Orde Baru lebih merupakan proses yang top down sehingga pada gilirannya banyak produk perundang-undangan yang merugikan masyarakat namun tetap harus diterima oleh bangsa Indonesia dan berakhir pada adanya reformasi 1998. Sementara itu, pasca reformasi 1998 tuntutan proses pembentukan perundang-undangan yang partisipatif terasa meningkat seiring dengan terjadinya dinamika proses politik yang semakin demokratis. Proses pembentukan perundang-undangan di masa yang akan datang akan terus meningkat sejalan dengan tingkat kesadaran berdemokrasi dan kompleksitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia.

Saifudin dalam buku Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (2009) Partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan undang-undang pada dasarnya dapat dilakukan dalam berbagai model pilihan partisipasi sesuai dengan tingkat perkembangan politik suatu negara. Partisipasi masyarakat ini akan tergantung dari kesadaran masyarakat dalam tatanan kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Untuk memberikan kejelasan lebih lanjut tentang pendekatan ini, menarik untuk disimak uraian penulis dalam buku ini berkaitan dengan adanya pemahaman terhadap masing-masing model partisipasi publik tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Model Pertama : Pure Representative Democracy
Sifat partisipasi masyarakat masih “pure” atau murni. Artinya, keterlbatan rakyat dalam pengambilan keputusan publik dilakukan oleh wakil-wakil (DPR)
b.      Model Kedua : A Basic Model of Public Participation
Rakyat telah melakukan interaksi keterlibatannya dalam proses pengambilan keputusan, tidak hanya melalui pemilihan umum tetapi dalam waktu yang sama juga melakukan kontak dengan lembaga perwakilan.
c.       Model Ketiga : A Realism Model of Public Participation
Dalam model pilihan yang ketiga ini, public participation pelaku-pelakunya cenderung dilakukan dan didominasi oleh adanya kelompok-kelompok kepentingan dan organisasi-organisasi lainnya yang diorganisir.
d.      Model Keempat : The Possible Ideal for South Africa
Merupakan perluasan dalam memasukkan kelompok partisipan,
Read More..